Untuk
pertama kalinya Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) membuka kelas kritik sastra. Pendaftaran
dibuka pada tanggal 1 Juli 2016 dan ditutup pada tanggal 27 Juli 2016. Namun hal
yang unik ialah bagaimana proses seleksi dilakukan. Peserta diminta untuk
mengirim contoh kritik sastra dan akan dipilih oleh pengajar langsung. Hanya 16
orang yang terpilih yang dapat mengikuti kelas tersebut. Pengajar dalam kelas
kritik sastra sendiri adalah AS Laksana dan Martin Suryajaya. Kegiatan ini dilakukan
dalam delapan pertemuan, dimulai dari bulan Agustur hingga September 2016.
Kamis, 01 Desember 2016
Rabu, 03 Agustus 2016
Jemput Aku di Jakarta
Secangkir kopi hitam kuaduk perlahan
untuk mengentalkan rasanya. Pagi itu matahari bersaing dengan rimbunan awan
untuk mencuri perhatian langit yang
bertengger di kota Bandung. Tapi rasanya aku
masih menggeliat di dalam mimpiku meskipun aku setengah sadar mengaduk kopi
itu.
Bayanganmu, yang biasa menjadi
bunga tidurku, masih terus berputar mencari jalan keluar dari kepalaku-- atau
memang sengaja terpenjara untuk menggodaku. Baru
saja semalam kita bertemu dan
kau hanya selintas menyapaku.
Pagi ini kau kembali singgah di halaman rumah. Membuka pagar besi yang setiap pagi gemboknya selalu
dibuka oleh pak Parman, pembantuku, lalu menyapaku dengan senyuman itu. Senyuman
yang tak berubah.
Kamis, 21 Juli 2016
Asmara Melodika
Coba dengarkan,
Alunan melodius dari piano Beethoven yang menggema
Hanya untuk menemani kita berdansa.
Coba lihat,
Pena bulu yang menari indah dari tangan Shakespeare yang
lelah
Hanya untuk menjamu mata kita.
Kita,
Rama dan Sinta yang menjalin cinta di hari jingga
Senja semakin berembun di puncak asmara
Di kahyangan jiwa kita bersenandung riang.
Aku mengecup mesra bibirmu yang lembut
Jemari kita beradu
Mata kita saling bersetubuh
Malam pekat makin gaduh
Kita terkubur ke dalam alunan simfoni yang teduh.
Minggu, 05 Juni 2016
Siren
Air
matanya jatuh tanpa ada aba-aba dari diri Siren. Ia tak kuasa mendengar kabar
bahwa suaminya tewas dalam kebakaran. Padahal baru dua minggu mereka bertukar
cincin di depan penghulu. Masih ramai sekali perbincangan dia dengan
teman-temannya di media sosial mengenai pernikahan mereka itu. Tapi ternyata
kenyataan lebih kejam dari harapan. Ya, sebelumnya ia mempunyai harapan dengan
suaminya, Atma, untuk memberi nama anak pertamanya. Suaminya berkata sudah
menyiapkan nama yang baik untuk bayinya nanti. Namun, suaminya saja bahkan
masih belum tahu apakah ia akan menjadi ayah atau belum. Siren mengerang antara
marah dan kecewa. Ia mengutuk Tuhan yang seakan mencuri kebahagiaannya. Selang
lima menit ia pun pingsan di sandaran kakaknya, Rahma.
Sabtu, 07 Mei 2016
Bunga yang Layu
Ketika turun dari angkutan umum itu
aku mulai meraba-raba lagi masa lalu. Jalan ini adalah jalan yang dulu aku
lewati dan sekarang aku akan melewatinya lagi. Jalanan yang hanya ada jalan
lurus ini aku tapaki, lalu pada gang pertama di sebelah kanan itu ku masuki dan
ku ikuti jalannya yang berkelok-kelok hingga di belokan yang terakhir terdapat
satu gang lagi di sebelah kanan. Ke dalam gang itu aku kunjungi lagi jalannya
dengan langkah kakiku. Rumah kedua dari mulut gang. Aku hafal betul. Inilah
rumah yang dulu aku kunjungi dengan selalu membawa bingkisan. Kali ini untuk
sekian lamanya aku mengetuknya kembali pintu berwarna coklat itu. Sungguh
merindukan.
Kamis, 28 April 2016
Cinta yang Bertengger Di Buku Sastra
Lelaki paruh baya
itu melangkahkan kakinya dengan lembut mengitari taman menjajakan dagangannya.
Beruntung banyak orang yang sedang berkunjung di taman ini. Langkah kakinya
mengiringi senyumnya yang menggambarkan lelah. Dagangan itu ialah dagangan yang
dibuat sepenuh hati oleh istrinya, untuk keberlangsungan hidup mereka. Di
dagangan terakhir itu, yang bersandar pada nampan yang lusuh, aku melihatmu, membeli
dagangan terakhir tersebut dengan senyum yang hanya kau yang punya. Lelaki itu
terlihat sangat puas dan mulai meninggalkan taman dengan keceriaannya. Dari
lelaki paruh baya itu, mataku mulai beralih kepada dirimu. Wanita dengan rambut
terurai, panjang dan berkilauan. Kecantikanmu bahkan tak terhalangi oleh buku yang
sedang kau pegang sambil kau baca itu. Aku tahu kau tak menunggu seseorang
tetapi hanya sedang merehatkan pikiranmu.
Minggu, 03 April 2016
Bunga Langit Tanpa Warna
Untuk kekasih yang telah hilang,
Ada yang putih bersih mewarnai langit yang jatuh di pangkuan kekasih
Ada yang bersinar di antara pelangi dan awan hitam yang berhembus di kerangkauan
Engkau yang berdiri tegak, tersenyum tanpa aku tahu
Jika saja mawar yang kau genggam tak layu
'kan ku bias dengan serpihan air mata
Warnamu memudar seperti jatuh dari yang terpendar
Biar saja langit berbicara pada warnamu,
meminjam pelangimu yang telah kau tikam dengan belati kesepian
Kau layu seperti bunga yang menangis di musim kemarau.
Selasa, 09 Februari 2016
Kritik Sosial Dalam Kisah Percintaan “Awal dan Mira”
Setelah pusing
memikirkan tumpukan tugas, saya merasa butuh hiburan ringan. Lelah sekali
rasanya mengerjakan tugas. Meskipun begitu, tugas masih saya kerjakan. Dan
beruntung saya memilih tugas yang terbilang menghibur. Tak saya duga naskah
“Awal dan Mira” sangat ringan dibaca. Seperti novel saja. Saya bahkan merasa
seperti sedang membaca novel ketimbang membaca naskah drama. Tapi ketika saya
lihat, naskah ini memang sengaja diubah oleh penerbit pertamanya, yaitu majalah
Indonesia yang ternyata lebih mengedepankan
karya prosa. Untuk itulah naskah ini dibuat seperti cerita pendek.
Langganan:
Postingan (Atom)