Minggu, 05 Juni 2016

Siren

           Air matanya jatuh tanpa ada aba-aba dari diri Siren. Ia tak kuasa mendengar kabar bahwa suaminya tewas dalam kebakaran. Padahal baru dua minggu mereka bertukar cincin di depan penghulu. Masih ramai sekali perbincangan dia dengan teman-temannya di media sosial mengenai pernikahan mereka itu. Tapi ternyata kenyataan lebih kejam dari harapan. Ya, sebelumnya ia mempunyai harapan dengan suaminya, Atma, untuk memberi nama anak pertamanya. Suaminya berkata sudah menyiapkan nama yang baik untuk bayinya nanti. Namun, suaminya saja bahkan masih belum tahu apakah ia akan menjadi ayah atau belum. Siren mengerang antara marah dan kecewa. Ia mengutuk Tuhan yang seakan mencuri kebahagiaannya. Selang lima menit ia pun pingsan di sandaran kakaknya, Rahma.

            Gelap membumbung di mata Siren. Ia seperti terkubur dalam kesepian. Seperti ada yang merenggut warna dari hidupnya. Ia berteriak keras dalam kesendiriannya. Berlari mencari pintu keluar. Ia percaya ia akan keluar dari ruangan pengap ini. Ia pun tersentak dari pingsannya. Menghembuskan napasnya dengan sangat cepat yang beriringan dengan detak jantungnya. Disuguhkan kepadanya segelas air oleh kakaknya. Ia masih mencoba menenangkan pikiran agar terlepas dari syok yang ia derita. Saluran televisi itu ditatapnya. Siarannya masih memberitakan tentang kebakaran kantor suaminya bekerja. Dikatakan sembilan orang tewas tak mampu selamatkan diri. Siren masih sulit menerima kenyataan bahwa suaminya meninggal. Ia memeluk erat kakaknya sambil terus membanjiri wajahnya dengan air mata. Kegelapan seakan mulai merundung dirinya.
            Suasana hati Siren sangat sesuai dengan cuaca di luar rumah. Awan hitam beriringan bertengger menyikut warna cerah di langit. Hembusan angin terasa sangat kencang seakan-akan muncul badai yang sangat besar. Tapi badai itu masih belum bisa mengalahkan derita Siren. Kemendungan hatinya makin menjalar sejadi-jadinya. Ia masih terus tenggelam dalam kekecewaan. Sudah dua bulan semenjak kejadian itu. Rumah terlihat sedikit berantakan meskipun kakaknya datang menjenguk setiap hari.
            Ketika Rahma, kakaknya, datang menjenguk di sore hari, Siren tidak terlihat di ruang tengah biasa ia merenung. Rahma sedikit khawatir dan mulai mencari-cari Siren di sekitar rumah. Ternyata ia ada dalam kamar mandinya. Berdiri di depan wastafel dengan wajah tertunduk. Rahma mulai menghampiri dan mengajaknya untuk beristirahat di ruang tengah. Dibawakannya air hangat untuk Siren. Ia bercerita bahwa ia sedikit mual dari pagi hari. Rahma mulai curiga dan menuju apotik terdekat. Diberikannya alat tes kehamilan kepada Siren. Siren sedikit terkejut dan awalnya menolak untuk mencobanya. Tapi paksaan kakaknya tak bisa ia bantah. Ia menuju kamar mandi. Sekitaran lima belas menit ia keluar dari kamar mandi. Ditunjukkan kepada kakaknya hasil dari tesnya. Benar saja, ia hamil. Rahma bingung antara harus bahagia atau sedih ketika melihat wajah adiknya itu. Siren pun memeluk kakaknya dan kembali menangis meskipun air matanya sudah habis.
            Hidup menyendiri apalagi mengandung jambang bayi membuat Siren sedikit tertekan. Pikiran-pikiran negatif semacam menggugurkan kandungan pernah terlintas di pikirannya. Pernah ketika Rahma mengunjunginya di bulan kelima kehamilannya, ia mencoba menenggak jamu untuk menggugurkan kandungannya. Untung saja itu bisa dicegah oleh kakaknya. Atau ketika malam yang ditampar hujan deras ia mencoba menyayat urat nadinya. Entah ia memang dikutuk oleh Tuhan atau itu memang mukjizat dari Tuhan. Bagaimanapun hal itu terus memburu pikiran Siren.
            Ketika kandungannya itu sudah membesar, Siren seakan mulai tersadar untuk menjaga bayinya. Seperti ada sebuah sosok yang membisiki bahwa itu adalah Atma yang dulu kau sayangi. Sikapnya berubah drastis dan menjadi lebih menyayangi jambang bayinya.
Tapi memang sepertinya ia disayang Tuhan. Ketika usia kehamilannya sudah jalan delapan bulan, perutnya sangat mulas. Ada sebuah pertanda bahwa ia akan melahirkan secara prematur. Ia menghubungi kakaknya dan mereka segera bergegas menuju rumah sakit. Siren sudah sangat tidak kuat menahannya. Ia sudah sangat lemah, sudah pada titik terendahnya. Untunglah ia tepat waktu untuk diselamatkan. Ia memang selamat, tetapi bayinya diragukan. Bayi tersebut lahir dalam keadaan lemah. Namun, Siren tak pernah diberitahu, hanya Rahma yang mengetahui karena Siren sendiri masih jatuh pingsan. Rahma kembali ke rumah untuk mengambil perlengkapan. Ya, benar. Siren tak pernah diberitahu akan keadaan bayinya. Karena di waktu yang sama itu, Siren dan bayinya berjumpa dengan Atma di dunia sana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar