Air
matanya jatuh tanpa ada aba-aba dari diri Siren. Ia tak kuasa mendengar kabar
bahwa suaminya tewas dalam kebakaran. Padahal baru dua minggu mereka bertukar
cincin di depan penghulu. Masih ramai sekali perbincangan dia dengan
teman-temannya di media sosial mengenai pernikahan mereka itu. Tapi ternyata
kenyataan lebih kejam dari harapan. Ya, sebelumnya ia mempunyai harapan dengan
suaminya, Atma, untuk memberi nama anak pertamanya. Suaminya berkata sudah
menyiapkan nama yang baik untuk bayinya nanti. Namun, suaminya saja bahkan
masih belum tahu apakah ia akan menjadi ayah atau belum. Siren mengerang antara
marah dan kecewa. Ia mengutuk Tuhan yang seakan mencuri kebahagiaannya. Selang
lima menit ia pun pingsan di sandaran kakaknya, Rahma.
Gelap membumbung di mata Siren. Ia
seperti terkubur dalam kesepian. Seperti ada yang merenggut warna dari
hidupnya. Ia berteriak keras dalam kesendiriannya. Berlari mencari pintu
keluar. Ia percaya ia akan keluar dari ruangan pengap ini. Ia pun tersentak
dari pingsannya. Menghembuskan napasnya dengan sangat cepat yang beriringan
dengan detak jantungnya. Disuguhkan kepadanya segelas air oleh kakaknya. Ia
masih mencoba menenangkan pikiran agar terlepas dari syok yang ia derita.
Saluran televisi itu ditatapnya. Siarannya masih memberitakan tentang kebakaran
kantor suaminya bekerja. Dikatakan sembilan orang tewas tak mampu selamatkan
diri. Siren masih sulit menerima kenyataan bahwa suaminya meninggal. Ia memeluk
erat kakaknya sambil terus membanjiri wajahnya dengan air mata. Kegelapan
seakan mulai merundung dirinya.
Suasana hati Siren sangat sesuai
dengan cuaca di luar rumah. Awan hitam beriringan bertengger menyikut warna
cerah di langit. Hembusan angin terasa sangat kencang seakan-akan muncul badai
yang sangat besar. Tapi badai itu masih belum bisa mengalahkan derita Siren.
Kemendungan hatinya makin menjalar sejadi-jadinya. Ia masih terus tenggelam
dalam kekecewaan. Sudah dua bulan semenjak kejadian itu. Rumah terlihat sedikit
berantakan meskipun kakaknya datang menjenguk setiap hari.
Ketika Rahma, kakaknya, datang
menjenguk di sore hari, Siren tidak terlihat di ruang tengah biasa ia merenung.
Rahma sedikit khawatir dan mulai mencari-cari Siren di sekitar rumah. Ternyata
ia ada dalam kamar mandinya. Berdiri di depan wastafel dengan wajah tertunduk.
Rahma mulai menghampiri dan mengajaknya untuk beristirahat di ruang tengah.
Dibawakannya air hangat untuk Siren. Ia bercerita bahwa ia sedikit mual dari
pagi hari. Rahma mulai curiga dan menuju apotik terdekat. Diberikannya alat tes
kehamilan kepada Siren. Siren sedikit terkejut dan awalnya menolak untuk
mencobanya. Tapi paksaan kakaknya tak bisa ia bantah. Ia menuju kamar mandi.
Sekitaran lima belas menit ia keluar dari kamar mandi. Ditunjukkan kepada
kakaknya hasil dari tesnya. Benar saja, ia hamil. Rahma bingung antara harus
bahagia atau sedih ketika melihat wajah adiknya itu. Siren pun memeluk kakaknya
dan kembali menangis meskipun air matanya sudah habis.
Hidup menyendiri apalagi mengandung
jambang bayi membuat Siren sedikit tertekan. Pikiran-pikiran negatif semacam
menggugurkan kandungan pernah terlintas di pikirannya. Pernah ketika Rahma
mengunjunginya di bulan kelima kehamilannya, ia mencoba menenggak jamu untuk
menggugurkan kandungannya. Untung saja itu bisa dicegah oleh kakaknya. Atau
ketika malam yang ditampar hujan deras ia mencoba menyayat urat nadinya. Entah
ia memang dikutuk oleh Tuhan atau itu memang mukjizat dari Tuhan. Bagaimanapun
hal itu terus memburu pikiran Siren.
Ketika kandungannya itu sudah
membesar, Siren seakan mulai tersadar untuk menjaga bayinya. Seperti ada sebuah
sosok yang membisiki bahwa itu adalah Atma yang dulu kau sayangi. Sikapnya
berubah drastis dan menjadi lebih menyayangi jambang bayinya.
Tapi memang sepertinya ia disayang Tuhan. Ketika
usia kehamilannya sudah jalan delapan bulan, perutnya sangat mulas. Ada sebuah
pertanda bahwa ia akan melahirkan secara prematur. Ia menghubungi kakaknya dan
mereka segera bergegas menuju rumah sakit. Siren sudah sangat tidak kuat
menahannya. Ia sudah sangat lemah, sudah pada titik terendahnya. Untunglah ia
tepat waktu untuk diselamatkan. Ia memang selamat, tetapi bayinya diragukan.
Bayi tersebut lahir dalam keadaan lemah. Namun, Siren tak pernah diberitahu,
hanya Rahma yang mengetahui karena Siren sendiri masih jatuh pingsan. Rahma
kembali ke rumah untuk mengambil perlengkapan. Ya, benar. Siren tak pernah diberitahu
akan keadaan bayinya. Karena di waktu yang sama itu, Siren dan bayinya berjumpa
dengan Atma di dunia sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar