Sabtu, 21 November 2015

Beropini

            Ada saja perkataan tiap orang tentang cinta. Bagi mereka pengagum cinta, bercinta adalah Tuhan dalam hidupnya. Atau mungkin tak setinggi itu mereka mengaguminya. Toh, tetap saja mereka mengatakan hiduplah dengan cinta agar hidupmu damai. Mendengar pernyataan macam itu membuat otakku sedikit terganggu. Jika dengan cinta saja bisa damai, mengapa beberapa orang masih membenci? Bukankah semua orang menginginkan kedamaian? Itulah anggapanku terhadap mereka yang mengaku cinta adalah segalanya. Sebuah pernyataan yang konyol.

Selasa, 03 November 2015

Sebuah Ruang yang Hilang

Kali ini aku sedang tak berniat berbincang. Dekatlah padaku dan biarkan aku sedikit egois malam ini. Padamu aku ingin bercerita tentang kerinduan yang sedang kurasakan. Ada sesuatu yang terasa hilang dalam bayangannya dan aku tak mau itu terjadi. Namun, seperti yang sudah kau tahu, aku hanya lelakimu yang biasa saja, bukan sang penyihir dengan tongkat kayunya yang mampu mengubah apa yang ingin diubah. Pada malam ini biarkanlah kau menjadi kenangan yang hilang itu.

Rabu, 14 Oktober 2015

Kunang-Kunang Jalang

Aku berjanji pada seekor kunang-kunang yang jalang
Melerai percikan darah yang menetes pada lantai yang kotor
Membentuknya kembali menjadi sebuah cahaya yang bergetar kencang
Hingga mampu menembus kamar-kamar usang
Terus pergi sampai mati tak bertemu
Hidup hanyalah ilusi belaka
Yang mengaku tuhan di dunia
Kamu tak tahu
Ketika nafasmu sedang di kudeta raja malam
Hingga akhirnya kau dirajam dengan belati muda
Aku dan kau
Darah dalam cahaya
Si kunang-kunang jalang

Selasa, 06 Oktober 2015

Kertas-Kertas


Apa yang akan aku tulis pada kertas putih yang terlihat masih suci ini? Tidak ada. Aku tak mau melukainya barang setitik. Kasihku pada kertas tersebut sama seperti bapak pada anaknya. Membelainya dengan lembut penuh perasaan. Tapi ini hanyalah kertas. Putih dan tak memiliki sesuatu yang hebat. Hanya bidang yang diperuntukkan tulis atau coretan. Goresan tinta pun takkan melukainya. Bahkan sebaliknya, memberi warna tersendiri pada tubuhnya. Rasanya aku ingin mencumbunya.

Lukamu Kekasih

Kekasih, pergilah menjamah pagi
Hilangkan segala kekalutan hati yang memangkas perasaan
Juga keadaan
Dan berteduhlah di bawah senja yang muram
Seperti sebuah kepercayaan
Aku pulang ketika langit sudah mulai kelam
Redupkan lampu yang masih menyilaukan kita
Diantara malam-malam yang lain
Saat kita sedang berbagi kecupan pada bintang yang tenggelam
Malu pada bulan yang mengintip dari daun jendela
Kau dan aku bersenggama dalam keremangan lilin di gelas kaca

Minggu, 30 Agustus 2015

Rantai Kita

Katamu aku adalah bulan
        yang tergantung lemah di langit malam
        ditemani rahasia-rahasia luas yang tak terlukis
Aku katakan kaulah laut
        yang egois dengan diri sendiri
        tak pernah mengizinkan aku bertahan hidup dalam dirimu
Kita bukanlah alam

Kita hanya secercah tinta pada pena
Tapi kita bisa memilih menjadi warna dalam kanvas
Atau kapur pada papan

Waktu juga terlalu tamak
Tak memberikan nafas barang sejenak
Lupakan!
        Masa takkan pernah kita tebak

Cermin

Cermin itu menampakkan diriku
Cermin itu meniru apa yang aku lakukan
Cermin itu menatapku saat aku menatapnya
Cermin itu masih tidak tertipu

Cermin itu diam ketika aku bicara
Cermin itu bernyanyi ketika aku menggerutu
Cermin itu marah ketika aku sedih
Cermin itu masih tak memberi apa-apa

Dan cermin tidak menampakkan diriku

Untuk Sebuah Harapan, Janji, dan Kepasrahan

Pada pelangi malam yang tenang
Bernyanyilah!
Aku tenggelam dalam buai perasaan
Temani aku sejenak untuk merebahkan gelisahku

Pada air yang mengalir
Berjanjilah!
Menyampaikan janjiku pada hilir
Yang telah ku tempatkan pada hulu

Tegakkanlah kepercayaanku yang memudar
Yang melebur menjadi satu dengan penyesalan
Akankah aku kembali berdiri?
Pastikanlah dengan renungku

Langit, bumi, surga, dan neraka
Tenanglah!
Aku sedang berjalan dengan kesunyian

Yang dituntun ratapan dan tangisan