Selasa, 03 November 2015

Sebuah Ruang yang Hilang

Kali ini aku sedang tak berniat berbincang. Dekatlah padaku dan biarkan aku sedikit egois malam ini. Padamu aku ingin bercerita tentang kerinduan yang sedang kurasakan. Ada sesuatu yang terasa hilang dalam bayangannya dan aku tak mau itu terjadi. Namun, seperti yang sudah kau tahu, aku hanya lelakimu yang biasa saja, bukan sang penyihir dengan tongkat kayunya yang mampu mengubah apa yang ingin diubah. Pada malam ini biarkanlah kau menjadi kenangan yang hilang itu.



Aku hanya ingin kembali pada waktu itu. Masa dimana rasanya aku masih belum cukup dewasa untuk menggigiti bibir manismu. Jika saja aku adalah sang waktu, maka biarkan aku mengubah hal yang buruk itu menjadi suatu yang diharapkan. Sekali lagi, kekasih, kecup aku yang sedang ingin mengingat masa lalu itu. Dimana ada satu ruang yang tak pernah pergi namun tak mungkin juga untuk dihampiri kembali. Pikiranku melayang bebas dan menjelajah saat-saat aku masih bercerita pada apa yang aku panggil sahabat. Dan kini sahabatku lupa pulang.

Adakah mungkin mereka kembali? Adakah mereka merasa sebuah kekosongan yang kurasakan? Akankah mereka tersadar mereka yang menjadi sebuah ruang pada perasaanku yang meletup kali ini akan mengisinya lagi? Apa yang kurindukan bukanlah mereka. Aku hanya ingin berdiri kembali di sudut ruangan kelas dimana kita sedang berbincang. Ya, saat-saat yang indah namun terlihat sepele bukan? Kepada hal sepele ini aku merindu. Pulanglah ruang di sela bayangan.

Habiskanlah, sayang, vodka yang tertuang manis pada sebuah dimensi luas yang bening itu. Aku tak ingin lagi bercerita. Aku tak ingin lagi berbincang. Tidurlah dengan perasaan ibamu terhadap apa yang aku ungkap. Sahabatku adalah sesuatu yang tak akan pulang sekali pun ia tertawa dengan sangat kencang. Rimbalah aku sejadi-jadinya pada ruangan itu. Pada kenangan sederhana yang terasa sangat manis atau pahit itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar