Kamis, 31 Desember 2020

Countdown

Suara ledakan itu memekakkan telinga sejak pukul sembilan malam. Orang-orang ramai bergerombol menutup jalan menyambut tahun baru. Tak hanya ledakan, kembang api itu juga memberikan visual yang menarik meski terkadang ada beberapa yang cukup mengecewakan. Aku memperhatikan itu semua dari balik jendela apartemen tanpa sehelai benang di tubuh. Hanya keringat basi yang muncul setelah aku dan Alicia bersenggama. 


"Orang-orang ramai sekali di bawah. Seperti lautan yang dihempas badai."
"Puitik sekali ucapanmu, Pras. Dasar penyair," balasnya. 
Aku menatapnya dan sedikit tersenyum. Menghampirinya yang masih berbaring di atas ranjang sejak kedatangan kami dari pukul tujuh malam. Tak ada perbincangan, tak ada makan malam. Kita sudah terjebak oleh birahi kita masing-masing. 
"Dari puisi-puisi itu aku mendapatkan kamu. Aku hidup dari kalimat-kalimat indah yang kususun, yang kubangun seperti halnya anakku yang masih berusia tiga tahun. Anak-anak idealisku," kataku sambil kembali mengulum bibirnya. 
Alicia melepaskan bibirnya dan memelukku lagi di atas ranjang. 
"Ya, aku terjebak layaknya ikan yang terperangkap kail nelayan. Tapi berkat puisi-puisimu juga, semua tulisanku menjadi berkembang. Jadi sebenarnya aku ikan tuna yang ditangkap nelayan atau ikan remora yang menumpang pada paus?"
Aku tertawa kecil. 
"Kamu adalah anemon laut," balasku. 
Aku melihat jam di layar gawaiku. Dua menit lagi menuju pergantian tahun. Suara ledakan kembang api makin riuh. Orang-orang makin ramai bersorak. Anak-anak kecil mengunyah permen kapas. Para pasangan bergandengan tangan dan ada yang saling mengecup di dalam mobilnya. Mereka bilang sebagai kecupan akhir tahun. Kerumunan orang itu mulai menuju ke jembatan yang berjarak 10 meter dari apartemenku. Dari situ orang-orang akan bisa melihat puncak kembang api yang telah disiapkan oleh petugas tempat hiburan yang jaraknya tidak jauh dari jembatan. Setiap tahun tempat hiburan itu selalu menampilkan kembang api yang sangat cantik. Dan aku bisa melihatnya dari apartemenku yang berada di lantai 13. 
Satu menit menjelang pergantian tahun. Suara orang-orang makin bising. Aku makin memeluk erat Alicia. Dan dalam sepuluh detik terakhir orang-orang mulai menghitung mundur. 
"Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh, enam, lima, empat...."
Aku mendekap Alicia, mengulum lagi bibir lembutnya.
"Tiga!"
Kugigit bibir kecilnya. 
"Dua!"
Kumainkan lidahnya yang lentur. 
"Satu!"
Dan terdengar suara keras yang benar-benar hampir menghancurkan gendang telinga kami berdua. Di sana, di jembatan yang ramai orang itu, telah terjadi ledakan bom yang menghancurkan jembatan dan membunuh puluhan orang dewasa dan anak-anak sekaligus. 
Aku dan Alicia yang terkejut buru-buru melihat keadaan dari jendela. Orang-orang panik, berhamburan melarikan diri menjauh dari jembatan. Orang-orang yang berada tak jauh dari jembatan tersungkur sambil memegang telinga mereka. Ledakannya memang tak beradius besar. Tapi suaranya cukup menghancurkan gendang telinga mereka yang ada di dekat jembatan. 
Alicia yang melihat kejadian itu buru-buru mengenakan pakaiannya. Ia mengambil tas dan pamit padaku. 
"Maafkan aku, Pras. Tapi berita ini harus kulaporkan segera ke kantorku."
"Tidak apa. Bergegaslah. Aku akan menunggumu di sini," balasku. 
Lima menit kemudian Alicia sudah meninggalkan apartemenku. Aku paham jika dia harus seperti ini karena dia memang bekerja sebagai wartawati. Aku kembali ke jendela dan melihat beberapa orang yang masih tergeletak. Orang-orang yang berhamburan tadi sudah mulai sepi. Beberapa ada yang jalan menyeret karena gendang telinganya yang hancur. Orang-orang itu menahan kesakitan. Di dekat jembatan banyak juga yang tergeletak terkena ledakan hingga badannya hancur. Beberapa potongan tubuh menghiasi jalan. Aku pun menutup tirai jendela. 
Aku menonton televisi yang menampilkan Alicia di dalamnya. Ia mewartakan semua yang terjadi. Perkiraan korban meninggal mencapai 87 orang. Korban luka-luka sekitar 73 orang. Aku cukup khawatir akan adanya bom susulan. Tapi masalahnya adalah bom ini masih belum diketahui perbuatan siapa. Tayangan televisi mencoba menampilkan hasil cctv di daerah sekitar ledakan. Diduga ledakan berasal dari bawah jembatan yang memotong sungai itu. Tak terlihat gerak-gerik yang janggal dari orang-orang yang ada di sana. Itu berarti bom ini adalah bom waktu. 
***
Pukul tiga subuh ambulans dan kepolisian sudah ramai menjaga lokasi kejadian. Banyak mayat yang dibawa oleh ambulans. Banyak juga orang yang terluka sudah mendapatkan perawatan. Kepolisian mencoba menganalisis lokasi kejadian. Tiap-tiap persimpangan dijaga. Sungai membawa banyak mayat sehingga masih sulit untuk menemukan korban. Dan Alicia datang ke apartemenku dengan tubuh yang kelelahan.
"Pras, aku lelah," ucapnya. 
"Tidurlah, sayang. Aku akan menemanimu," balasku.
Alicia meletakkan segala barang bawaannya, naik ke kasur tanpa melepas pakaiannya, dan mulai terlelap begitu saja. Aku masih melihat keluar jendela. Polisi banyak berkumpul di sekitaran apartemen. Memeriksa sekitar takut ada bom yang lain. Aku cukup lelah juga. Kututup tirai jendela dan menyusul Alicia untuk tidur di ranjang. Aku mulai memejamkan mata dan terdengar suara keras keluar dari pengeras suara polisi.
"Awas! Ada bom lain di dalam apartemen!" 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar